Minggu, 17 Mei 2015

NABI YANG HIPSTER

Oleh: Irfan Wahyu Adi Pradana

Mungkin asing sekali kata hipster bagi kita semua, seperti nama sebuah brand atau malah seperti nama sebuah kota di luar bumi. Hipster di sini merupakan sebuah istilah yang diambil dari bahasa slank yang disematkan kepada orang orang yang menjauhi tren di lingkungan kita, bisa dikatakan menyepi dengan tren yang sedang ada di lingkungan kita(mainstream). Kita ambil contoh secara mayoritas disaat ujian   para komunal mahasiswa yang membuat contekan. Biasanya mereka  tulis di kertas atau dicatat di handphone.

Adolf Hipster
Nah orang orang hipster disini berbeda dengan mahasiswa lainnya. Dia membuat contekan dengan menuliskannya di tembok. Dan contoh lain secara kasat mata dia biasanya memiliki model rambut yang sedikit nyeleneh tapi tetap trendi dan biasanya suka sok diacak-acak agar terlihat lebih asik. Kemudian dia juga gemar menggunakan pakaian yang ‘se-edgy’ (baca: unik, red) dan biasanya dipasangkan dengan sepatu Converse, Doc Marten, atau mungkin sepatu polos yang dicat sendiri. Wah, familiar kan dengan ciri-ciri fisik di atas?

History….

Istilah hipster sendiri muncul pada tahun 40-an saat-saat masa kejayaan musik jazz dimana muncul kata "hip" untuk mendeskripsikan antusiasme pada "pemandangan" saat itu. Meskipun masih diperdebatkan asal mula kata tersebut, sebagian berpendapat "hip" merupakan turunan "hop", a slang word for opium. Sementara yang lain percaya kata tersebut berasal dari "hipi", sebuah kata dari salah satu bahasa di Afrika yang berarti "membuka mata seseorang". Either way, setelah mendapat imbuhan -ster (like in gangster) masuklah kata hipster ke dalam bahasa sehari-hari.

Pada awalnya hipster diartikan sebagai "characters who like hot jazz" yang saat itu berisi anak-anak muda kelas menengah berusaha untuk mengikuti gaya hidup musisi jazz kulit hitam yang mereka sukai. Norman Mailer dalam esainya, The White Negro, mengkarakteristikan hipster sebagai American existentialists, yang hidup dikelilingi oleh kematian - terhapuskan karena perang atom, dan tercekik oleh social conformity - dan memutuskan untuk memisahkan diri dari masyarakat, exist without roots, then set out on that uncharted journey into the rebellious imperatives of the self.

Seems cool, right?

Hipster adalah…..

Ada banyak sekali definisi hipster  baiklah kita mulai dari  terminologi,  hipster berarti somebody up-to-date, yaitu seseorang yang memahami dengan baik gaya hidup terkait dengan musik, busana, serta perilaku sosial yang sedang "musim".

Menurut kamus urban dictionary hipster didefinisikan sebagai;
One who possesses tastes, social attitudes, and opinions deemed cool by the cool. (Note: it is no longer recommended that one use the term "cool"; a Hipster would instead say "deck.") The Hipster walks among the masses in daily life but is not a part of them and shuns or reduces to kitsch anything held dear by the mainstream. A Hipster ideally possesses no more than 2% body fat.
Ada banyak sekali pengertian yang sering digunakan untuk menggambarkan seorang hipster. Jika kita tarik benang merah dari berbagai definisi tersebut bisa dibilang “hipster adalah sebutan untuk menggambarkan anak muda, biasanya tinggal di kota besar, berada dalam kelas ekonomi menengah dan menengah ke atas, tertarik dengan produk budaya yang bukan ‘mainstream’ seperti fashion, musik indie, film indie atau apapun asal tidak pasaran."

Biasanya perlawanan terhadap produk-produk budaya mainstream tadi disebut dengan Counter-culture (budaya perlawanan). Tujuan kaum hipster mengkonsumsi hal-hal non-mainstream bisa sebagai bentuk penolakannya, tetapi bisa juga dilakukan untuk membentuk suatu identitas tertentu. Atau bahkan sekedar untuk terlihat keren di mata orang-orang sekitarnya. Semakin banyak orang yang jarang mengetahui sesuatu yang ia pakai, dengar, ataupun lihat, akan makin keren lah si Hipster.

Hipster Generation…

Anehnya, ketika apa yang dikonsumsi si Hipster mulai dilirik orang banyak dan menjadi mainstream, Ia akan berhenti menggunakannya dan mencari sesuatu yang berbeda dan eksklusif. Jadi bisa dibilang kaum Hipster kurang memiliki kesetiaan terhadap suatu produk budaya (musik, gaya berpakaian, film, dll, red). Jadi kita bisa mengatakan bahwa hipster adalah proses menuju mainstream walaupun diperlukan waktu yang agak lama agar kebudayaan atau tren mayoritas keil untuk diakui ke mayoritas yang lebih luas. Tapi satu hal yang muncul di pikiran saya setelah ngeliat pesatnya budaya ini berkembang adalah, hipsters are supposed to hate anything mainstream or trendy. But the look itself has gone mainstream. Do we still call it hipster?

Kenapa disini saya menarik sang legenda zaman? Jadi begini .siapa yang tidak kenal dengan sosok yang penuh kasih sayang dan lemah lembut Nabi Muhammad? Beliau adalah titik cahaya yang hidup pada zaman ‘kebodohan’ (jahiliyah). Bisa dibayangkan betapa hipsternya kanjeng nabi baik dari perbuatan dan perkataannya jika dibandingkan kebiasaan mayoritas para juhala’ saat itu.

Ketika anak-anak muda dari kalangan asyraf (bangsawan) banyak menghabiskan waktu dengan foya-foya, beliau tidak. Bahkan dikisahkan, suatu hari saat menggembala kambing, beliau melihat ada konser musik ala padang pasir di satu kampung, beliau penasaran dan hendak menonton, tapi di tengah jalan kok malah ngantuk, ketiduran di situ.

Ketika orang-orang hiruk pikuk dengan kehidupan kota dengan segala kenyamanannya, beliau malah mengasingkan diri di sebuah goa, menyepi atau bertapa. Ketika orang-orang terpana dengan behala-berhala dan mempertahankan ikon-ikon pujaan itu demi faktor tradisi dan ekonomi, beliau keukeuh dengan monoteisme dan menghidupkan kembali ajaran leluhur dari kalangan nabi-nabi terdahulu.

Ketika orang-orang dari kalangan asyraf memperlakukan budak semena-mena, mengubur bayi perempuan yang terlahir, beliau malah banyak mendorong kemerdekaan budak-budak, melarang penguburan bayi-bayi, berjalan dengan kerendahhatian bagai berjalan di jalan menurun, menengok dengan segenap badannya, membudayakan senyum kepada siapa saja.

Dan ketika sudah menjadi pemimpin pun, beliau tetap tidur di atas pelepah atau dedaunan kurma kering serta sering mengganjal peut lapar dengan batu, padahal banyak pemimpin lain yang bermanja-manja dengan karpet permadani maupun kipasan pelayan-pelayan di sekelilingnya. Dan masih banyak kehipsteran baginda yang lain.

Dengan kerja kerasnya yang tidak singkat, beliau dapat menularkan kehipsterannya kepada masyarakat, khususnya para pengikut beliau yang disebut: sahabat. Yang perlu dicontoh dari kehipsteran beliau adalah tetap konsisten dengan kehipsterannya walaupun ajaran beliau sudah menjadi mainstream  bagi masyarakat. Beliau tetap istiqamah dengan apa yang dilakukannya. seharusnya para hipster jaman sekarang mencontoh sikap hipster beliau, tentunya dalam  hal yang positif dan berguna bagi masyarakat. Nah yang saya masih bingung, Rasulullah termasuk tipikal hipster atau mainstream? Tentunya saya kembalikan kepada penduduk Selingkar sekalian.

[o]

0 komentar:

Posting Komentar