Sabtu, 09 Maret 2013

Peran Pesantren dalam Pendidikan Nasional

Pelataran Kraton, Sabtu 9 Maret 2013 | Penyaji: Sayd Nursiba
Malam minggu selalu ramai di Jogja, khususnya wilayah Malioboro - Nol Kilometer - Alun-alun Utara. Wisatawan lokal maupun mancanegara hilir mudik menikmati eksotisme kota sejuta pesona ini. Di tengah hiruk pikuk itu, ada segerombol pemuda menggelar jamuan di selatan alun-alun, di gerbang barat pelataran keraton. Rona kebahagiaan jelas terpancar dari wajah-wajah mereka. Diawali dengan ritual santap nasi kucing bersama, dilanjutkan petikan gitar dan nyanyian porak poranda, kemudian dilanjutkan dengan diskusi santai Selingkar.

Malam itu mereka membahas Peran Pesantren dalam Membentuk Kepribadian Bangsa dalam tema Budaya. Dipaparkan oleh Sayd dengan apik;
Manusia sejak lahir memiliki kualitas yang berbeda dari mahluk Tuhan lainnya, baik fisik maupun non fisik. Sujarwa dalam bukunya, ‘Manusia dan Fenomena Kebudayaan’ mengatakan; ketika dilahirkan pertama kali, keadaan manusia sama sekali kurang matang dan dalam proses pertmbuhannya ia harus bergantung kepada sesamanya atau orang lain di sekitarnya.

Dalam proses perkembangan menuju kematangan individu sering terjadi persaingan dan konflik dalam dirinya. Hal ini menunjukkan dalam diri manusia terdapat usaha untuk membentuk dan mengubah diri agar bisa menjadi individu yang lebih baik. Olehkarena itu, pada dasarnya, manusia telah mempunya potensi baik dan buruk dalam dirinya serta diberikannya kebebasan memilih dan mengaktualisasikan dua potensi tersebut.

Dalam mengembangkan dua bentuk potensi ini manusia lebih dominan untuk dipengaruhi dan dibentuk dengan kondisi lingkungannya, karena perkembangan hidup manusia tidak cukup hanya ditentukan pengalaman pribadinya, namun lebih banyak ditentukan oleh kempuan untuk belajar dan penerima pembembelajaran. Hal ini dikerjakan dengan maksud mengembangkan dan mempersiapkan seseorang untuk kehidupan dunia dan akhiratnya.

Kebutuhan manusia untuk ruhnya yang utama adalah agama, yang teraktualisasikan dalam bentuk ibadah. Maka kesadaran beragama perlu ditanamkan sejak dini, dan harus menjadi frame bagi kehidupan manusia untuk menjiwai hidup berbudaya, berpolitik, bersosial dan beretika. Seseorang yang sejak awal diperkenalkan nilai agama maka diharapkan corak kepribadiannya diwujudkan yang bersifat islamai. Nilai-nilai agama ini sangatlah berperan dalam pembentukan sikap mental bagi seseorang.

Ditinjau dari perspektif pendidikan, yang mengemban tugas mewujudkan semua itu adalah lembaga informal, formal, dan nonformal.  Pesantren menjadi salah satu bentuk lembaga pendidikan non formal karena eksistensinya berada dalam jalur pendidikan masyarakat. Ia memiliki program-program pendidikan yang disusun sendiri, pada umumnya bebas dari ketentuan formal. Semua program ini dilaksanakan dalam proses belajar bersama lingkungan kehidupan pondok dan diawasi secra langsung oleh kyai dan para asistennya. Maka pesantren bukan hanya tempat belajar mengajar, melainkan proses kehidupan sendiri.

Peran penting dari lembaga pondok pesantren adalah sebagai alat tranformasi kultur yang menyeluruh dalam kehidupan masyarakat. Jawaban terhadap panggilan keagamaan dan pengayoman serta pendidikan kepada masyarakat yang bersedia menjalankan perintah agama dan hubungan antar mereka.

~

Setelah melalui tiga jam durasi diskusi (21.30 - 00.30). Masing-masing penduduk mengemukakan kesimpulannya;

Luqman: "Ada berbagai macam corak yang dimiliki pesantren-pesantren di Nusantara. Keberagaman inilah yang menjadi potensi dan kekuatan pesantren untuk berkiprah di masyarakat sesuai kebutuhan."

Alvin Nurkholis: "Pengaruh yang ditanamkan oleh pesantren tidak terlepas dari fitrah manusia, yakni sebagai 'abdullah (vertikal) dan khalifatullah (horisontal)."

Mahmud: "Adanya karakteristik khas di pesantren merupakan kebijaksanaan dari sosok pusatnya, yakni Kiai (pengasuh pesantren). Sehingga beliau-beliaulah yang secara tidak langsung memiliki pengaruh di masyarakat melalui lembaga pesantren dan santri-santrinya di kemudian hari. Maka bagi para calon kiai untuk bisa menempatkan diri serta melihat kebutuhan masyarakat secara riil."

Latif Himawan: "Melihat peran santri yang begitu berat ketika sudah terjun di masyarakat, maka sudah semestinya sosok santri bisa menarik hati masyarakat. Bila dahulu masyarakat hormat terhadap orang-orang alim, sekarang masyarakat tampaknya memberikan perhatian kepada hartawan. Maka perlu dipertimbangkan agar sosok santri bisa menjadi tokoh yang hartawan juga."

Sutri Cahyo Kusumo: "Apa yang dilakukan pesantren dan unsur-unsur di dalamnya tak lepas dari kaidah; menjaga hal yang baik dan mengambil hal yang lebih baik. Nah, untuk mengetahui nilai suatu hal, apakah baik atau tidak, maka diskusi semacam ini sangatlah dibutuhkan."

Irfan Wahyu Adi Pradana: "Pioneer perubahan di masyarakat, dalam hal ini adalah sosok santri, jangan agu dan takut untuk bergesekan dengan realita di masyarakat. Tantangan harus dihadapi, bukan dihindari."

Dendy Cipto Setya Budi: "Pesantren kerap kali -di zaman sekarang- tidak menyentuh dan menggarap kalangan bawah, grassroot. Keadaan ini harus di-upgrade agar pesantren tidak menjadi seperti menara gading; yakni suatu lembaga eksklusif yang justru tak bisa dijangkau oleh masyarakat awam, sehingga meskipun keilmuannya mumpuni tetapi manfaatnya tak menyebar di kehidupan bermasyarakat. Sedikit kutipan dari puisi Rendra; apalah arti berpikir bila terepas dari masalah kehidupan.."

Zia Ul Haq: "Sudah saatnya pesantren dengan unsur kiai-santrinya menjadi semacam Think-Tank bagi permasalahan-permasalahan aktual sosial kemasyarakatan, yang berhubungan dengan segala lini kehidupan, seperti budaya, ekonomi, politik, dan lain sebagainya. Tidak hanya menjadi majlis pembahasan masalah-masalah ritual keagamaan an sich."

Forum diskusi santai ditutup pukul setengah satu dini hari, dan pertemuan malam itu diakhiri dengan santap nasi goreng dan sruputan kopi.

[o]