Kamis, 18 Oktober 2012

Akhirat Tidak Kekal?

Trotoar Kantin Tarbiyah, Kamis 18 Oktober 2012 | Penyaji: Zainal Muhidin

Diskusi Selingkar edisi perdana ini membedah sebuah buku unik berjudul ‘Ternyata Akhirat Tidak Kekal’ karya Agus Mustofa. Buku ini beraliran Tasawuf Modern, penulis banyak membahas tentang dunia sesudah kematian yaitu Akhirat. Penulis mencoba menggali informasi dari Al-Quran dan Hadist yang berhubungan dengan akhirat, kemudian menafsirkannya dengan data empiris, teori-teori ilmiah, dan ilmu sains, dimana hal ini membantu memberi gambaran tentang akhirat yang bisa diterima secara akal dan iman, dan akhirnya dapat meningkatkan keimanan kita pada Allah.

Irfan dan Mukid
Masalah-masalah yang hendak didiskusikan dalam buku ini adalah di manakah akhirat? Bagaimana kehidupan disana? Apa kita masih hidup dengan jasad kita? Kapan akhirat dimulai? Benarkah kita akan di bangkitkan dari kubur? Bagaimana mekanismenya? Benarkah kita akan diadili atas perbuatan kita semasa hidup? Bagaimana caranya? Akankah kita hidup di akhirat selamanya? Bagaimana surga dan neraka?

Dari buku kontroversial ini, dapat disimpulkan dua poin mengapa akhirat dikatakan tidak kekal;

1. Allah adalah khalik (pencipta) sedangkan selain Allah adalah makhluk maka semua makhluk tidak kekal termasuk akhirat.

2. Berhubungan dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang menyatakan bahwa akhirat kekal, kekal disini tidak di artikan tanpa akhir, karena akhirat mempunyai awalan maka akan ada akhirnya

Dalam diskusi santai ini, forum dihadiri banyak penduduk, namun kebanyakan masih malu-malu bersuara. Berikut ini tanggapan penDuduk Selingkar;

Bastian Ev: “Judulnya provokatif, tapi seorang Agus Mustofa hanya menjelaskan sesuatu yang memiliki sistem hitung secara matematis. Di buku ini gue dapet pelajaran tentang betapa Allah ternyata menciptakan benda-benda di jagad raya ini dengan tidak main-main (yaeyalaaaah!). Bahkan satu nanometer tidak sanggup menjadi lebih kecil dari hitungan-Nya.”

Yasin Syafii Azami: “Bisa dikatakan buku ini semakin memperjelas alasan-alasan dibalik ritual-ritual agama yang diajarkan orang tua saya dan juga guru-guru saya. Penjelasan yang berimbang antara alasan ilmiah dan alasan Qur'ani membuat siapapun akan semakin memahami titik temu dari hal-hal yang cenderung terlihat kontradiktif.

Memang telah banyak hal yang membuat sudut pandang kita terdistorsi dan di sinilah pemikiran-pemikiran Pak Agus menjadi barokah untuk semua yang memang sanggup dan tersentuh hatinya untuk memiliki sudut pandang yang lebih luas dan hati yang lebih peka dan lembut. Semoga apa yang tertuang dalam buku ini memberikan banyak manfaat untuk penulisnya dan semua yang membacanya. Amin”

Zia Ul Haq: “Apakah makhluk tidak boleh kekal, Bang Zainal?”

Zainal Muhidin: “Nah! Itu tadi juga terbesit di kepalaku, huahaha. Menurut aku, kalau makhluk kekal, ntar sama dengan Khalik dong, dan itu bertentangan dengan sifat wajib Allah dalam kitab Aqidatul Awam yang waktu kecil aku pelajari.”

Zia Ul Haq: “Nah, justru, di dalam teori ilmu kalam klasik, ada 4 sifat keberadaan lhoh;

1) Berawal dan Berakhir; yakni makhluk duniawi, seperti jasad kita. 2) Berawal tanpa Akhir; yakni makhluk maknawi, ukhrowi, seperti akhirat dan ruh kita semua. 3) Tak Berawal dan Berakhir; yakni ketiadaan alam sebelum diciptakan. 4) Tak Berawal dan Tak Berakhir; yakni Tuhan. Nah, dari ulasanmu itu, seperti 'menggoncangkan' kemapanan pemahaman yang sudah ada. Atau jangan-jangan aku salah paham?”

Zainal Muhidin: “Atau salah ngomong, kalau gini gimana: sesuatu yang awalnya tidak ada -> ada -> kembali tidak ada. Mungkin seperti itu...”

Zia Ul Haq: “Kok justru seakan-akan menafikan kekuasaan Tuhan untuk mengekalkan sesuatu yang Dia kehendaki.”

Zainal Muhidin: “Mungkin kehendak di sini yang perlu dipahami, siapa yang tahu rencana dan kehendak Tuhan? Huahaha.”

Zia Ul Haq: “Nnnah, mungkin yang ingin disampaikan Pak Agus Mustofa adalah; bahwa Akherat (Sejatinya) Tidak Kekal meskipun Akherat bisa saja kekal. Seperti kebanyakan ungkapan para sufi; kita ini (sejatinya) tidak ada meskipun kelihatannya ada, begitu?”

Zainal Muhidin: “Nah itu juga boleh, huahaha. Semua bisa A, semua bisa B, iso abang, iso ijo, jika Allah menghendaki.”

[o]

0 komentar:

Posting Komentar